Jakarta, 8 April 2022 – 15:10 WIB – Victory International Futures – victoryforex.co.id
Harga minyak dunia semakin merosot pada akhir perdagangan Jumat (8/4) pagi. Hal ini didorong keputusan negara-negara konsumen yang akan melepaskan cadangan minyak, serta kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang hawkish.
Mengutip Bloomberg, Jumat (8/4), harga minyak mentah berjangka international jenis Brent turun 0,5% ke level US$ 100.58/barel, sementara harga minyak mentah acuan AS West Texas Intermediate (WTI) turun 0,6% ke level US$ 96,03/barel.
Pada akhir perdagangan Rabu harga minyak dunia sudah anjlok lebih dari 5% setelah negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) akan melepaskan 120 juta barel minyak dari cadangan strategis, termasuk 60 juta cadangan minyak dari AS.
Komitmen tersebut merupakan bagian dari rencana AS untuk melepaskan 1 juta barel/hari selama 6 bulan ke depan dengan total kasar 180 juta barel.
Keputusan pelepasan cadangan minyak AS masih menjadi faktor yang memengaruhi pergerakan harga minyak hari ini.
Selain terkait kondisi pasokan minyak global, para pelaku pasar juga menilai konsekuensi dari kebijakan The Fed yang hawkish, di mana ada sinyal kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan depan guna mengatasi inflasi yang tinggi.
Sebelumnya, The Fed juga sudah menaikkan suku bunga 25 bps pada Maret lalu. Kenaikan suku bunga acuan The Fed yang agresif membuat dollar AS pun menguat, sehingga harga komoditas menjadi mahal bagi pemegang mata uang lain dan mengurangi minat investor.
Pasar minyak mentah dunia telah mengalami volatilitas yang intens selama enam minggu terakhir setelah invansi Rusia ke Ukraina.
Perang kedua negara membuat harga minyak melonjak karena kekhawatiran pasokan yang semakin ketat di global, serta kekhawatiran dampak sanksi lanjutan yang akan diberikan AS dan sekutunya terhadap Rusia.
Namun akhir-akhir ini tren harga minyak dunia mulai menurun menyusul rencana AS melepas cadangan strategis, serta dipengaruhi ekspektasi bahwa permintaan di China akan turun karena peningkatan kasus Covid-19 yang mendorong lockdown di sejumlah kota, termasuk Shanghai.