Jakarta, 5 Maret 2020 – 12:00 WIB – Victory International Futures – victoryforex.co.id

Wabah virus corona menghantam China dan bisa menjerumuskan ekonomi negara tersebut ke dalam kontraksi pertamanya sejak tahun 1970-an.
Aktivitas ekonomi China turun drastis pada Februari 2020 ketika perusahaan-perusahaan berjuang untuk membuka kembali bisnis atau mempekerjakan pekerja setelah pemerintah China meminta pabrik-pabrik ditutup untuk mencegah penyebaran corona.
Alhasil, indeks pembelian manajer (PMI) Caixin atau indeks manufaktur China anjlok ke level 26.5 di bulan Februari 2020 lalu, dari sebesar 51.8 pada bulan sebelumnya. Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi, bukan pertumbuhan.
Raymond Yeung, Kepala Ekonom untuk Greater China mengatakan wabah virus corona telah menempatkan pemerintah China ke dalam situasi yang sulit.
Di satu sisi, kebijakan karantina atau isolasi adalah cara paling efektif untuk mencegah penyebaran virus. “Di sisi lain, langkah-langkah kesehatan itu menghambat kegiatan ekonomi,” ujarnya.
Gambar suram industri manufaktur itu diperkuat data penjualan perusahaan besar di China. Produsen bir terbesar di dunia, ABInBev menyebut telah kehilangan US$ 285 juta pendapatan pada Januari dan Februari 2020 di China.
Sementara pembuat iPhone, Foxconn tidak mengharapkan produksi pabrik di China akan kembali normal sampai akhir Maret 2020.
Lemahnya industri manufaktur bisa melumpuhkan pertumbuhan ekonomi China di kuartal I tahun ini. Kepala ekonom Macquarie Group, China, Larry Hu mengatakan, China mengalami penurunan ekonomi untuk pertama kalinya dalam sejarah.
“Data menunjukkan bahwa semuanya benar-benar buruk dan pemerintah bersedia melaporkannya,” tulis Hu dalam sebuah catatan.
Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi China di kuartal pertama 2020 bisa jauh di bawah perkiraan yang saat ini berjalan sekitar 4% (turun dari 6% pada kuartal keempat 2019).
“Bahkan mungkin bahwa pemerintah akan melaporkan pertumbuhan negatif untuk (kuartal pertama), pertama kalinya sejak akhir Revolusi Kebudayaan,” tambahnya.